Tuesday, February 5, 2008

Musiumku Sayang Koleksi Hilang

Keprihatinan, kekecewaan, dan kesedihan mungkin yang saat ini saya rasakan sekarang sebagai wong solo. Sudah belasan tahun saya hidup di kota bengawan ini, tetapi tidak terbesit dibenakku kalau saya mempunyai banyak benda-benda berharga dan bersejarah di kota kelahiranku ini. Banyak benda-benda keramat peninggalan orang zaman dulu yang memuat banyak sekali sejarah, yang sekarang tidak terlalu dipedulikan lagi oleh masyarakat Solo, khususnya warga Solo asli. Akibatnya warga Solo kecolongan untuk yang kesekian kalinya tanpa disadari, yaitu hilangnya beberapa koleksi yang dimiliki oleh musium tertua di indonesia, tepatnya musium yang terletak di sudut timur Kebon Raja Sriwedari, di tepi Jalan Raya Slamet Riayadi yang membelah Kota Solo yang bernama Musium Radya Pustaka Solo.
Menyalahkan diri sendiri sebagai warga Solo asli mungkin lebih patut dari pada menyalahkan orang lain dalam kejadian ini, walaupun dalang dari semua kejadian ini adalah tangan-tangan orang yang mengedepankan egonya masing-masing cuma untuk mendapatkan segenggam rupiah demi menuruti nafsunya tanpa menghiraukan betapa beharganya benda-benda bersejarah peninggalan tokoh-tokoh dalam lakon solo maupun dari luar.
Mungkin dari kacamata orang awam tentang betapa beharganya benda-benda bersejarah ini menganggap suatu hal yang biasa dalam pencurian dan pemalsuan pada benda bersejarah tersebut. Tapi bagaimana perasaan sekelompok orang yang mempunyai suatu sejarah yang seharusnya dapat dikenang dan dijaga sebagai kekuatan dan simbol, malah dicuri oleh tangan-tangan yang tidak tahu apa-apa tentang harga sebuah sejarah itu? Meskipun saya tidak membidangi permasalahan ini, tetapi secara alami seseorang mempunyai rasa untuk melindungi suatu hal yang dianggapnya mempunyai keistimewaan bagian dari dalam dirinya.
Musium Radya Pustaka Solo dulunya mempunyai peran tidak hanya sebagai tempat penyimpanan ataupun koleksi benda-benda bersejarah, tetapi juga memiliki beberapa kegiatan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan seperti seni tari, seni karawitan, bahasa, dan masih bayak lagi yang bisa didapat di musium tersebut, seakan-akan mempunyai peran penting pada zamannya. Dan sampai sekarang ini pun dari semua koleksi yang ada di musium Radya Pustaka Solo mempunyai sejarah dan arti penting sendiri antara lain sebagai gambaran kebersamaan pada masa itu.
Hampir tidak dapat dipercaya, sebagian dari 10.000 koleksi yang dipunyai Musium Radya Pustaka yang diantaranya arca batu, tatakan wadah buah, dari kristal, lampu perunggu, piring porselin, serta sejumlah patung perunggu dan koleksi yang lainnya raib dan diganti dengan barang palsu. Ironisnya dari sumber-sumber yang dapat dipercaya tentang kejadian ini menuturkan bahwa dalang dari peristiwa atas hilangnya sebagian koleksi musium tersebut adalah orang dalam yakni Kepala Museum Kanjeng Raden Harya (KRH) Darmodipuro alias Mbah Hadi, Suparjo alias Gatot (petugas keamanan museum), Jarwadi (juru pelihara museum), dan Heru Suryanto (warga yang diduga terlibat kasus pencurian dan pemalsuan).
Sungguh tidak masuk akal seharusnya sebagai orang dalam yang mempunyai wewenang seperti mereka mempunyai rasa dalam menjaga, melindungi dan melestarikan apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Andrean Amborowatiningsih alias Ambar (mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada Jogjakarta) adalah nama mantan pegawai honorer dimusium itu yang berani mengungkap kasus hilangnya beberapa koleksi Musium Radya Pustaka Solo.
Desas-desus terdengar kalau kelima arca dari beberapa koleksi musium yang hilang itu ditemukan disebuah rumah milik pengusaha papan atas yang mempunyai hobi mengoleksi benda-benda kuno dan bersejarah, Hs adalah inisial dari nama aslinya. Apakah praduga itu memang benar? Memang kalau hukum bertemu dengan persoalan yang berhubungan dengan orang-orang yang berkantong tebal sulit dan lama selesainya dalam membuka tabir kebenaran, bahkan dapat membalikkan fakta.
Untuk tidak mengulangi masalah yang sudah terjadi ada baiknya dilakukan perombakan pada sistem menejemennya agar lebih profesional, lebih diperketatnya penajagaan yang diserahkan oleh polisi pamong praja selama 24 jam, dan lebih dari semua itu mungkin kita perlu menanamkam pada anak-anak bahkan pada diri kita sendiri tentang peran musium sebagai tempat yang baik untuk belajar kearifan dan belajar nilai-nilai kebijakan masa silam.
Dalam progam ini untuk menarik minat masyarakat berkunjuang kemusium, kita harus bisa kreatif dalam mengelola musium tersebut, yakni menampilkan tampilan yang eye catching dan menamplikan pameran-pameran kebesaran kebudayaan bangsa kita.
Semoga peristiwa yang sudah ini menjadi peristiwa untuk yang terakhir kalinya dimana peristiwa ini dapat menggugah dan membuka mata hati kita dari tidurnya yang lelap untuk menghargai sebuah sejarah yang kita punyai entah itu untuk saya dan warga solo pada khususnya dan sebagai pelajaran diseluruh masyrakat Indonesia pada umumnya. Dan ingat “apa yang kita punya sekarang berawal dari apa yang didapatnya dari dulu dan harus kita jaga sampai hari esok”.
by: Al-Es'af Student Isa Sofyan Ardin

No comments: