Saturday, February 2, 2008

MENUJU KELUARGA SAKINAH


Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia ada detik-detik yang sangat berkesan di hati, tidak mudah terhapus dari ingatan sepanjang zaman, diantaranya akad nikah. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW selalu membaca khutbah hajah pada suasana seperti ini. Bahkan suasana akad ini diperkenangkan untuk diisi dengan suasana yang semarak, dengan memukul rebana, diperdengarkan nasyid-nasyid (nyanyian) yang menggema.

“Maha suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan” (QS.Yasin : 36)

Memang mengucap ijab qobul sangat ringan di lidah, namun pada hakekatnya sangat berat dalam timbangan. Ucapan ijab qobul adalah ikrar, janji setia antara suami dan istri untuk membangun rumah tangga (usroh).

Begitu pentingnya ikrar ini maka Allah menggunakan istilah “mitsaqon gholidho” artinya perjanjian yang kuat, kokoh dan teguh. Istilah tersebut hanya disebut tiga kali dalam Al Qur’an. Pertama, perjanjian antara Allah dan Rasul. Kedua, perjanjian Allah dengan satu ummat. Dan ketiga, perjanian antara seorang suami dan istri. Adanya kesamaan istilah dalan ketiga perjanjian tersebut menunjukkan bahwa akad nikah adalah ikrar yang sakral dan suci.

Oleh karena itu Rasulullah berpesan kepada suami : Takutlah pada Allah dalam persoalan wanita. Karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang berada di bawah kekuasaan kamu, dan kamu ambil mereka itu dengan amanah Allah dan kamu dihalalkan menggauli mereka berdasarkan kalimat Allah.

Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa pernikahan bukan sekedar memenuhi dorongan biologis, tetapi melaksanakan amanah Allah yang akan dipertanggung jawabkan kelak di akhir zaman.

Agar sukses memikul amanah tersebut suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap suami mempunyai hak, yang harus dipenuhu oleh istri, sebab itu kewajiban istri. Dan setiap istri mempunyai hak dan hak ini harus dipenuhi oleh suami dan itu kewajiban suami.

Menjadi suami yang baik memiliki posisi tersendiri (khusus) dihadapan Allah. Sehingga perbuatan yang kecil, remeh, dan sepele yng diberikan kepada istrinya dengan tulus ikhlas akan diganjar oleh Allah. “Sesungguhnya seorang suami bila memberi minum air kepada istrinya akan diberi pahala” (HR. Achmad)

Kalau hanya seteguk air saja yang diberikan kepada istrinya dijamin oleh Allah dengan pahala maka bisa dibayangkan besarnya pahala atas pemberian-pemberian lainnya yang jauh lebih berharga dari pada air.

Oleh karena itu jadilah suami teladan. Jangan sekali-kali manjadi suami yang mudah menyia-nyiakan istri. “cukuplah berdosa bagi seorang yang menyia-nyiakan istrinya” (HR. Abu Daud)

Kualitas kesholihan seseorang sangat ditentukan sejauh mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya jika perlakuan kepada istrinya buruk maka ia adalah seorang pria yang buruk.

Hendaklah kau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri ia pakaian bila engkau berpakaian dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan berpisah darinya kecuali dalam rumah.

“Orang yang paling baik diantara kamu (suami) adalah yang paling baik kepada istrinya dan aku adalah yang paling baik kepada istriku”

sebaliknya istri juga harus berupaya menjadi pendamping teladan yang mampu tampil sebagai pendidik, istri sekaligus ibu.

Pernah Rasulullah betanya kepada seorang wanita tentang sikapnya kepada suaminya. Wanita tersebut menjawab : “segala sesuatu yang sangggup aku kerjakan bagi suamiku aku lakukan, kecuali apa-apa yang tidak sanggup aku lakukan”. Mendengar jawaban itu Rasulullah bersabda “Masukmu ke dalam surga atau neraka itu, bergantung sikapmu kepada suamimu”

Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga dunia dan akhirat. “Bila mana seorang wanita itu melaksanakan sholat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan serta menjaga kehormatan dan menaati suaminya. Maka ia akan masuk surga Tuhannya”.

Demikian unsur ketaatan istri kepada suami, sehingga Rasulullah pernah bersabda “Sekiranya aku menyuruh seorang untuk bersujud kepada orang lain maka aku akan menyuruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami terhadap istri”.

Bahka Rasulullah menjelaskan bahwa derajad seorang wanita sangat ditentukan oleh perilakunya terhadap suaminya. “Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika engkau memandangnya, dan dia menaatimu jika engkau memerintahkan kepadanya, dan jika engkau bepergian dia menjaga kehormatan dirinya serta dia menjaga harta dan milikmu”.

Wanita sholihah adalah perhiasan dunia yang terbaik. “Jika suami istri melaksanakan kewajiban masing-masing secara timbal balik, pasti akan terwujud rumah tangga bahagia”.

Rumah tangga dalam islam adalah tempat berteduh, tempat terwujudnya suasana sakinah yang disempurnakan dengan mawadah (cinta) dan rahmah (sayang). Sebagaimana ungkapan yang populer “Rumahku adalah surgaku”

Suasana sakinah, mawaddah dan rahmah inilah yang sangat dibutuhkan setiap bayi yang lahir sebagai buah dari perkawinan. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tentram diliputi oleh rasa kasih sayang dan cinta pasti akan menjadi anak yang dewasa, anak yang matang kepribadiannya. Semua potensi yang dimiliki oleh bayi tersebut akan berkembang dengan baik. Tipe anak inilah yang siap menghadapi perubahan dan tantangan zaman.

Sebaliknya bayi yang lahir dari kegelisahan kebencian dan kekejaman dalam rumah tangga akan menjadi anak-anak yang membalas dendam kepada lingkungan pergaulan dimana dia hidup. Akan fatal akibatnya apabila seorang ibu bekerja di luar rumah dan melupakan tugas kodratinya, yaitu memberikan sentuhan kasih sayang secara optimal kepada anaknya.

Anak yang merasakan sentuhan kasih sayang denga sempurna sejak dini akan mudah beradaptasi dengan lingkungannya, cerdas akal, hati dan emosinya. Periang, dan mudah bergaul dengan teman sebayanya, tidak mudah tersinggung. Sebaliknya anak yang kehilangan kasih sayang sejak dini, anak tersebut akan menjadi sulit menyayangi orang lain. Ia kan protes melihat kenyataan hidup yang dihadapi. Oleh karena itu marilah kita beri kesempatan seluas-luasnya kepada anak kita untuk berkembang sesuai dengan dunianya, supaya bisa berdialog dengan alam, sehingga melahirkan sifat siddiq (jujur).

Kalau belakangan ini lahir gagasan dan implementasi tentang pentingnya kembali ke sekolah alam itu adalah fenomena kesadaran yang perlu mendapat acungan jempol.

Banyaknya fenemena perkelahian pelajar yang terjadi akhir-akhir ini diakibatka oleh anak-anak yang dilahirkan dari rumah tangga yang kacau, kering dari rasa cinta dan sayang. Karena itu islam sangat menjaga ketenteranan rumah tangga demi terwujudnya kebahagiaan dunia dan akhirat.

Karena usaha seorang istri dalam mewujudkan suasana terteram, teduh dan diliputi rasa cinta dan sayang dalam rumah tangga itu berat maka islam mewajibkan seorang suami untuk menjadi pemimpin. Bertugas di medan kehidupan yang lebih luas dan menantang. Tugas ini dibebanka oleh Allah berdasarka sifat, watak, dan kejadiannya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Bukanlah suami lebih baik dari istrinya atau sebaliknya, tetapi hal itu hanya pembagian tugas dan tanggung jawab.

Istri memusatkan usahanya dalam urusan rumah tangga. Dan suami berusaha di luar rumah. Mereka (istri) adalah pakaian bagi suami. Dan para suami adalah pakaian bagi para istrinya. Dan sebagaimana kita maklumi bahwa pakaian adalah memiliki fungsi menutup aurot dan melindungi badan serta berfungsi sebagsai perhiasan.

Maka setiap suami dan istri hendaknya saling pula berfungsi sebagai penjaga, pelindung kehormatan serta penghias satu sama lain. Ikatan batin antara suami dan istri makin lama makin erat, apabila masing-masing manjalankan hak dan kewajiban dengan baik. Rumah tangga sakinah akan terwujud, tidak saja didukung oleh ketegapan karakter suami, tetapi disinergikan dengan kelembutan istri. Keluarga bahagia adalah perpaduan dari panasnya mawaddah dan sejuknya rahmah.

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan untuk kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram dengannya dan dijadikan rasa cinta dan sayang diantara kamu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS.Ar Rum:121)

Akhirul kalam sudah selayaknya kita berharap semoga rumah tangga yang kita bangun diliputi oleh suasana mawaddah dan rahmah. Dilindungi dari segala macam fitnah yang berasal dari syetan dan iblis, dikaruniai keturunan yang sholih dan sholihah.

Reference: Hidayatullah's Buletin

No comments: